Puasa Kifarat
Puasa kifarat
(kafarat) diberlakukan atas pelanggaran yang dilakukan seorang Muslim
atas hukum Allah yang sudah berketetapan. Karena perbuatan yang ia
lakukan tersebut Allah masih memberikan maaf, di samping bertobat ia
harus melakukan atau membayar kafarat tersebut agar tobatnya diterima.
Adapun pelanggaran yang dilakukan seseorang sehingga ia harus membayar
kafarat adalah:
1. Hubungan badan di siang hari Ramadhan. Melakukan hubungan badan pada siang hari di bulan Ramadhan adalah pelanggaran yang sangat berat hukumannya. Maka, seseorang yang melanggar hal itu harus:
1. Hubungan badan di siang hari Ramadhan. Melakukan hubungan badan pada siang hari di bulan Ramadhan adalah pelanggaran yang sangat berat hukumannya. Maka, seseorang yang melanggar hal itu harus:
- Berpuasa selama 60 hari berturut-turut tanpa terpisah sama sekali kecuali ada udzur syar’I,
- Apabila tidak mampu maka harus memberi makan kepada 60 orang miskin.Kifarat wajib dilakukan berkali-kali bila pelanggaran yang menyebabkannya berkali-kali dilakukan pada hari-hari yang berbeda. Sedang kalau dilakukan pada hari yang sama, maka kifaratnya cukup satu kali saja. Kemudian apabila seseorang melakukan pelanggaran yang mewajibkannya berkifarat dan langsung dia kifarati, tetapi pada hari itu juga dia melakukan lagi perbuatan yang sama, maka cukuplah baginya satu kifarat yang telah dia lakukan tadi, sekalipun dia menanggung dosa besar tentunya. Dan Allah jualah Yang Lebih Tahu.
- Memerdekan hamba beriman yang tidak ada cela pada dirinya yang menghambat kerja atau usaha.
- Puasa 2 (dua) bulan berturut--turut.
- Ulama Syafi’iyah menambahkan bahwa jika seseorang karena tua atau sangat lemah tidak kuat berpuasa, maka ia dapat menggantikannya dengan memberi makanan untuk 60 orang miskin masing-masing 1 mud (+ 1 liter).
- Wajib membayar kifarat, ialah memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu.
- Berpuasa 2 bulan berturut-turut. Jika ia tidak kuat berpuasa, maka ia terkena hukum wajib memberi makanan untuk orang-orang miskin sebanyak 60 orang masing-masing 1 mud.
Pelanggaran tersebut menyebabkannya terkena kifarat sumpah, yaitu:
- Wajib memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu,
- Wajib memberi makan/pakaian 1 orang miskin atau jika itupun ia tidak mampu,
- Wajib berpuasa 3 hari
- Menggantinya dengan hewan ternak yang seimbang dengan binatang buruan yg dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil dan disembelih sebagai hadya (kurban) di tanah haram serta dagingnya diberikan kepada fakir miskin, atau jika tidak mampu,
- Memberi makanan kepada fakir miskin yang banyaknya sedemikian rupa sehingga seimbang dengan hadya (hewan pengganti) tersebut, atau
- Berpuasa sejumlah hari yang seimbang dengan makanan yang seharusnya ia keluarkan (jumlah hari puasa itu adalah sebanyak mud yang diberikan kepada fakir dan miskin. Mud tersebut dibanding seimbangkan dengan hewan yang disembelih tadi).
Puasa Nadzar
Bernadzar artinya
berjanji akan berpuasa, apabila misalnya sembuh dari sakit atau jika
diperkenankan sesuatu maksud yang baik (yang bukan maksiat) dalam rangka
mensyukuri nikmat atau untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka
wajiblah atasnya untuk melaksanakannya. Puasa nadzar pada dasarnya utang,
bahkan lebih tegas lagi karena biasanya dikaitkan dengan sesuatu. Oleh
karena itu, seorang yang bernadzar wajib melaksanakan puasa nadzar
tersebut sebab ia sendiri yang membuatnya wajib. Dengan mengatakan,
misalnya, “Jika saya sembuh nanti, maka saya akan puasa selama lima hari
berturut-turut,” maka setelah sembuh puasa lima hari berturut-turut
tersebut wajib baginya untuk dilaksanakan.
“Barang
siapa bernadzar akan mentaati Allah maka hendaklah ia menaati-Nya dan
barangsiapa bernadzar akan mendurhakai Allah, maka janganlah ia
mendurhakai-Nya.” (HR Abu Dawud).
Disyariatkannya Menunaikan Nadzar
Disyariatkannya nadzar bisa dilihat dari dalil-dalil yang ada didalam Al Qur’an maupun sunnah :
وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
Artinya : “Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al Hajj : 29).
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا
Artinya : “Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan : 7)
وَمَا أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ اللّهَ يَعْلَمُهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Artinya : “Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.” (QS. Al Baqarah : 270)
Dengan demikian, kita
harus berhati-hati dalam bernadzar. Janganlah kita mengucapkan nadzar
akan melakukan sesuatu termasuk puasa, jika kita tidak sanggup
melaksanakannya. Jangan hanya karena kesulitan yang menerpa kita
kemudian bernadzar akan,, misalnya, berpuasa dua bulan berturut-turut
karena itu akan memberatkan diri sendiri. Padahal, Allah sendiri tidak
memintanya. Nadzar sangat baik dilaksanakan sebagai rasa syukur
atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita, terutama setelah
hilangnya kesulitan dalam diri atau keluarga, asal nadzar tersebut masuk
akal dalam pelaksanaannya dan tidak memberatkan diri.
Jika seseorang memiliki
nadzar kemudian meninggal tanpa sempat menunaikan nadzarnya, maka puasa
nadzar itu diwariskan atau ditanggung oleh wali atau pewarisnya untuk
disempurnakan
Sa’ad
bin Ubadah r.a berkata: “Dia bertanya kepada Rasulullah, Ibuku
meninggal dunia dan dia memiliki nadzar yang belum terpenuhi.”
Rasulullah bersabda : “Qadhakanlah puasanya untuk ibumu.” (HR Bukhari, Muslim, Al-Nassai’, Tirmidzi dan Ahmad).
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ امْرَاَةً قَالَتْ: يَارَسُولَ اللهِ اَنَّ اُمِّي
مَاتَتْ وَ عَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ اَفَاَصُوْمُ عَنْهَا ؟ قَالَ:
اَرَاَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى اُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتُهُ اَكَانَ يُؤَدِّى
ذَلِكَ عَنْهَا ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ فَصُوْمِى عَنْ اُمِّكِ
Dari
Ibnu Abbas r.a: sesungguhnya ada seorang perempuan telah bertanya
kepada Rasulullah s.a.w: “ya Rasulullah s.a.w, sesungguhnya ibuku telah
meninggal duniam dan ia meninggalkan keajiban puasa nadzar yang belum
sempat ia tunaikan, apakah aku boleh berpuasa untuk menggantikannya?”
rasulullah s.a.w, menjawab;”apakah pendapatmu, kalau seandainya ibumu
mempunya hutang, dan kamu membayarnya. Apakah hutangnya terbayarkan?”. Perempuan tadi, menjawab: “ia”. Dan Nabi s.a.w, bersabda: “berpuasalah untuk ibumu”. (Hadits Shahih, riwayat Muslim).
No comments:
Post a Comment