Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin al-Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari yang bergelar Al Alimul Allamah Al Arif Billaah Albahrul Ulum Al Waliy Qutb As Syeekh Al Mukarram Maulana (biasa dipanggil Abah Guru Sekumpul atau Tuan Guru Ijai).
Beliau adalah sufi termasyhur, juga sosok Wali Allah kharismatik
Martapura, Kalimantan Selatan, yang menyatukan syari’at, tarekat dan
hakikat dalam dirinya.
Beliau lebih dikenal dengan sebutan Guru Ijai atau Guru Sekumpul, dan juga salah seorang ulama yang mempopulerkan Simthad Durar atau Maulid Habsyi di Kalimantan Selatan. Pada zamannya Guru Ijai adalah satu-satunya ulama Kalimantan, atau mungkin di Indonesia, yang mendapat otoritas untuk mengijazahkan Tarekat Samaniyyah yang didirikan oleh MUHAMMAD SAMAN.
Beliau lebih dikenal dengan sebutan Guru Ijai atau Guru Sekumpul, dan juga salah seorang ulama yang mempopulerkan Simthad Durar atau Maulid Habsyi di Kalimantan Selatan. Pada zamannya Guru Ijai adalah satu-satunya ulama Kalimantan, atau mungkin di Indonesia, yang mendapat otoritas untuk mengijazahkan Tarekat Samaniyyah yang didirikan oleh MUHAMMAD SAMAN.
Masa kecil dan pendidikan
Zaini
Abdul Ghani atau Guru Ijai lahir pada 11 Februari 1942 (27 Muharram
1361 H) di Kampung Tunggul Irang Seberang, Martapura. Beliau masih
keturunan dari ulama besar Syekh ARSYAD AL-BANJARI. Di masa kecilnya
beliau memiliki keistimewaan yakni tak pernah mengalami “mimpi basah” (ihtilam).
Pendidikan pertamanya diberikan oleh kedua orang tuanya, Haji Abdul
Ghani dan Hajah Masliah binti Haji Mulya, dan oleh neneknya, Hajah
Salbiyah. Bersama neneknya inilah beliau suka sekali membaca al-Qur’an.
Pada usia tujuh tahun beliau masuk madrasah di Kampung Keraton,
Martapura. Pada masa kecil ini beliau belajar al-Qur’an pertama kali
kepada Guru Hasan. Orang tuanya, yang tergolong orang sederhana, selalu
membekalinya sebotol minyak untuk diberikan kepada gurunya ini. Sejak
usia 10 tahun Guru Ijai telah dikaruniai kassyaf hissi, yakni mampu melihat dan mendengar apa-apa yang tersembunyi atau hal-hal ghaib. Pada usia 14 tahun beliau dikaruniai futuh
(pencerahan spiritual) saat membaca sebuah tafsir al-Qur’an. Pada masa
remaja ini pula beliau mengalami perjumpaan spiritual dengan Sayyidina
Hasan dan Husain, cucu Rasulullah. Kedua cucu Rasulullah ini
masing-masing membawa pakaian dan mengenakannya langsung kepada beliau
lengkap dengan sorbannya.
Beliau melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Datu Kalampian Bangil, Jawa Timur, kepada Kyai Sarwani Abdan yang juga berasal dari Martapura. Di sini beliau selain mendapat pendidikan syariat juga mendalami ilmu spiritual. Selanjutnya beliau berguru kepada Syekh Falah di Bogor. Selain kepada kedua ulama ini, beliau juga mendalami syariat dan tarekat kepada Syekh Muhammad Yasin Padang di Mekah, Syekh Hasan Masysyath, Syekh Isma’il Yamani, Syekh Abdul Qadir al-Baar, Syekh Sayyid Muhammad Amin Kutby, Allamah Ali Junaidi (Berau) ibn Jamaluddin ibn Muhammad Arsyad. Atas petunjuk Syekh Ali Junaidi, beliau kemudian belajar kepada Syekh Fadhil Muhammad (Guru Gadung). Kepada Guru Gadung ini Guru Ijai belajar tentang ajaran Nur Muhammad. Beliau juga mendapat ijazah Maulid Simthud Durar dari sahabat karibnya, Habib Anis ibn Alwi ibn Ali al-Habsyi dari Solo, Jawa Tengah.
Beliau sempat menjadi pengajar di Pesantren Darussalam Martapura selama lima tahun, kemudian membuka pengajian di rumahnya sendiri pada 1970-an, di dampingi oleh seorang kyai terkenal yakni Guru Salman Bujang (Guru Salman Mulya). Pengajian dimulai setiap hari Kamis petang hingga malam Jum’at. Pada 1988 beliau pindah ke Kampung Sekumpul, membuka kompleks perumahan ar-Raudhah atau Dalam Regol. Sejak itu kewibawaan dan kharismanya memancar luas – murid-muridnya dan tamu-tamunya berdatangan dari berbagai daerah, bahkan dari negeri jiran seperti Malaysia, Singapura dan Brunei. Sebagian datang untuk berguru, sebagian mencari barakahnya, dan sebagian ingin berbaiat Tarekat Samaniyyah. Juga beberapa tokoh nasional menyempatkan diri mengunjunginya, seperti Amien Rais, Gus Dur, Megawati, AA Gym dan sebagainya.
Sumber : disini
Sumber gambar : disini
No comments:
Post a Comment